Mengintip Kegiatan Santri di Ponpes Kaligrafi Al-Qur’an Sukabumi
Seni kaligrafi dikenal sebagai salah satu warisan Islam dalam sektor seni budaya. Dalam bahasa Arab disebut dengan Khat yang bermakna tulisan indah.
Di Kota Sukabumi, ada salah satu pondok pesantren yang fokus mempelajari seni kaligrafi, yaitu Lembaga Kaligrafi Al-Quran (LEMKA). Pondok pesantren itu didirikan oleh seorang maestro kaligrafi, Didin Sirojuddin AR pada 1985 di Jakarta dan 1998 di Sukabumi.
Puluhan tahun berdiri, ponpes ini telah membina ribuan peserta didik dari berbagai kalangan dan kewarganegaraan. Hingga kini, LEMKA juga merupakan satu dari sedikit lembaga kaligrafi di Indonesia yang bertahan.
Pondok pesantren itu berlokasi di Kelurahan Karamat, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi. Mayoritas santrinya berasal dari luar Pulau Jawa seperti Jambi, Riau, hingga Papua. Bahkan, mereka juga beberapa kali menerima santri dari luar negeri misalnya Malaysia dan Oman.
Pada momen Ramadan, kegiatan belajar mengajar kaligrafi tetap berlangsung normal. Tak hanya di ruang kelas, beberapa santri belajar membuat kaligrafi di ruang terbuka hingga di tengah pemandangan sawah.
Yogi Zatmika selaku pengajar Ponpes Lemka mengatakan, para santri yang mondok di Lemka diajarkan tentang menulis Khat. Mereka juga belajar menulis kaligrafi dengan kreativitas.
“Alhamdulillah di pesantren kaligrafi Al-Qur’an Lemka banyak kegiatan yang berisikan kaligrafi yang pertama dipelajari oleh santri, yaitu khat Naskhi, selanjutnya khat Tsuluts, khat Farisi, khat Diwani Jali, Diwani dan Riq’ah terakhir Kufi,” kata Yogi, Minggu 17 Maret 2024.
Santri lulusan Lemka, kata dia, dibentuk untuk menjadi kaligrafer. Selama delapan bulan, mereka digembleng untuk persiapan perlombaan Musabaqah Tilawatih Qur’an (MTQ) baik itu tingkat provinsi, nasional maupun internasional.
“Belajar khusus untuk cabang MTQ yaitu yang sering dilombakan pertama cabang naskah, cabang mushaf, cabang dekorasi dan cabang temporer yang terbaru itu cabang digital. Insyaallah untuk ke depannya Lemka akan membuka untuk cabang digital,” ujarnya.
Selain belajar teknik menggambar kaligrafi, mereka juga dibekali dengan pembelajaran kitab kuning, kitab tradisional yang berisi tentang pelajaran-pelajaran agama Islam.
“Tamatan dari Lemka kebanyakan mereka itu lomba MTQ terus juga mereka ada yang ke sini karena tuntutan dari pondok pesantren sebelumnya, jadi mereka mengajar di pondoknya lagi,” jelasnya.
Syahrul Khoir (23) salah satu santri asal Jambi menambahkan, ia sudah mondok di Lemka sejak Agustus 2023 untuk mengasah ilmu kaligrafinya. Bahkan, dia belajar tanpa bantuan biaya dari orang tuanya.
“Alhamdulillah masuk ke sini biaya sendiri kayak biaya SPP itu lah hasil dari (lomba) MTQ kemarin di provinsi,” kata Syahrul.
Menurutnya, mempelajari ilmu kaligrafi membutuhkan ketelitian dan keuletan. Sebab, seni kaligrafi dinilai bukan hanya dari keindahan tulisan, namun detail tanda baca Al-Qur’an. Saat in, Syahrul masih mempersiapkan diri untuk ikut lomba kaligrafi di tingkat provinsi.
“Sebelumnya kan sudah masuk juara 3 masuk nominasi, terus masuk ke sini ditargetkan juara 1 provinsi,” katanya.
Sumber : Detik Jabar